Gunung Tangkuban Perahu merupakan gunungapi yang berjarak 30 kilometer
sebelah utara kota Bandung. Pada gunung berapi ini dapat dijumpai hasil
pembentukan gunungapi dan aktivitasnya berupa kawah, gejala mata air
panas, endapan belerang, dan lainya. TInggi gunung Tangkuban Perahu
adalah 2084 mdpl dengan 13 kawah yang tersebar di puncak. Bila dilihat
dari Bandung, gunung Tangkuban Perahu memiliki bentuk khusus, seperti
perahu yang terbalik. Bentuk khusus tersebut mendorong fantasi orang
Sunda dari awal dinyatakan dalam bagian legenda Sangkuriang.
Secara
geologi, gunung Tangkuban Perahu telah memainkan peran penting dalam
pengembangan tinggi Parahyangan. Erupsi sangat berkontribusi ke bukit
utara Bandung dengan lahar mengalir ke lembah dan menjadi batu, sehingga
membentuk bentukan-bentukan yang bagus. Begitu juga aliran lumpur
telah membentuk gradient cone semi-circular, yang sekarang merupakan
sebuah massa yang terendapkan di lembah kuno di dekat sungai Citarum di
Padalarang (18 km barat Bandung ), hal ini menyebabkan terbentuknya
sebuah danau yang meliputi seluruh Bandung.
Erupsi ringan terjadi
pada tahun 1969, ketika Kawah Ratu memuntahkan abu skala besar dengan
tinggi 500 m. Seperti pada September 1992 ditutup untuk umum selama
beberapa hari karena aktivitas seismic yang luar biasa tinggi dan
dikawatirkan terjadi letusan baru. Di utara lereng gunung merupakan
wilayah yang disebut Death Valley, karena sering terakumulasi gas
beracun.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembentukan Dan Morfologi
Dataran
tinggi Bandung di Jawa Barat terletak di antara dua deretan gunungapi.
Hampir seluruh dataran ini ditutupi oleh bahan-bahan atau material
vulkanik. Hanya pada dua tempat ditemukan endapan-endapan sedimen yang
terbentuk di laut dalam. Bagian tengah merupakan gunungapi itu sendiri,
dan bagian sebelah selatan ditemukan dataran tinggi Bandung yang dahulu
merupakan sebuah danau besar. Di dataran tinggi Bandung terdapat
andapan-endapan danau seperti pasir, tanah liat, dan sebagainya.
Bagian utara dari danau purba ini terdiri dari arus lahar dan tufa
gunung Tangkuban Perahu dan di kaki gunungapi yang datar ini terletak
kota Bandung, Cimahi, Padalarang.
Jika kita mempelajari bentang alam
dari daerah ini, maka akan terlihat beberapa kesatuan morfologi yang
oleh Van Bamelen di bagi sebagai berikut :
a. Jalur sebelah utara yang terdiri dari daerah perbukitan sekitar Subang yang diberi nama punggung Tambakan.
b. Sebuah depresi sebelah dalam dari punggung ini.
c. Pegunungan sentral terdiri dari kompleks gunungapi.
d. Dataran tinggi Bandung sebelah selatan dari pegunungan vulkanik.
e. Daerah perbukitan sekitar Cimahi.
Sejarah
geologi dataran tinggi Bandung di mulai dengan jaman Miosin. Pada waktu
Miosin ini pesisir utara Jawa purba letaknya jauh sebelah dari pesisir
sekarang dan terletak di sekitar Pengalengan. Daerah sebelah utara dari
Pengalengan masih merupakan lautan, dimana terjadi pembentukan atau
pengendapan berbagai macam batuan sedimen.
Di daerah Purwakarta kini
endapan-endapan tersebut yang sampai terdiri dari tanah liat, batu
karang, batu kapur, tufa, dan sebagainya. Di sekitar Bandung,
endapan-endapan ini hanya terlihat pada beberapa tempat saja, karena
telah tertutup oleh bahan-bahan vulkanik yang kemudian terbentuk. Umur
endapan ini di tetapkan berdasarkan binatang-binatang purba yang dahulu
pernah menenmpati lautan Miosin ini.
Jaman yang tenang ini disusul
oleh periode yang revolusioner, dalam periode ini dalam bumi terjadi
gerak-gerak melipat dan mengangkat batuan-batuan yang dibentuk menjadi
pegunungan yang muncul dari atas permukaan air laut. Periode ini adalah
periode pembentukan pegunungan.
Pesisir utara Jawa yang tadinya
terletak sebelah selatan mulai berpindah keutara dengan kata lain
sebagian daratan ditambahkan pada Jawa purba tersebut. Bagian selatan
dari daerah Pengalengan diangkat. Selain dari periode pembentukan
pegunungan, bekerja pula kekutan-kekuatan lain dalam bumi, yaitu
kekuatan vulkanik yang membentuk gunungapi yang sisanya kini merupakan
puncak tajam sekitar Cimahi misalnya gunung Selacau. Batuan-batuan yang
terdapat pada gunungapi ini berupa Dasit, batuan lelehan yang mnegandung
bahyak SiO2, berbeda dengan batuan yang dihasilkan oleh gunung
Tangkuban Perahu kemudian.
Pada jaman kwarter terjadi pembentukan
dataran Bandung seperti yang kita kenal sekarang. Sejarah daerah
gunungapi ini dapat kita bagi dalam dua periode, Jaman Kwarter Tua dan
Jaman Kwarter Muda.
Pada awal jaman kwarter tua aktivitas vuklkanik
berpindah kesebelah utara, ketempat gunung Tangkuban Perahu sekarang
berada. Pada jaman tersebut gunung Tangkuban Perahu belum lahir, namun
yang ada adalah induk dari gunungapi Tangkuban perahu yaitu gunungapi
Sunda.
Gunungapi Sunda yang baru muncul ini sangat besar, dan
menurut rekonstruksi mempunyai panjang sekitar 20 km dan tinggi 3000
mdpl. Kini hanya sisa yang masih tertinggal. Gunungpai ini mempunyai
titik parasit seperti gunung Gurangrang, yaitu gunungapi yang lebih tua
dari Tangkuban Perahu. Dapat dipahami jika melihat morfologi kedua
gunung tersebut. Gunungapi Tangkuban Perahu masih mempunyai lereng yang
licin dengan kata lain erosi belum terlalu lama bekerja sedangkan
Burangrang telah banyak terdapat lembah-lembah erosi. Gunungapi parasit
lainya yang terdapat pada gunungapi Sunda adalah gunung Palasari, gunung
Tunggul. Semua bahan-bahan dari gunungapi tersebut menuju keberbagai
arah, terutama menuju ke arah Subang dan ke selatan menuju Bandung.
Setelah beberapa lamanya bekerja, maka gunungapi raksasa meletus dengan
hebatnya. Pada letusan ini terbentuk kawah yang ukuranya beberapa kali
dari kaldera. Sebagian besar gunungapi Sunda tersebut runtuh.
Pada
sesar Lembang, sebelah selatan terdapat suatu pegunungan panjang yang
lurus memanjang dari timur ke barat. Sesar Lembang adalah sebuah sesar
terbesar di daerah ini, yang melintang dari barat ke timur. Sesar ini
terletak atau melalui Lembang dari mana nama sesar ini berasal yang
kira-kira 10 km sebelah utara Bandung. Ini adalah sebuah sesar aktif
dengan gawir sesar sangat jelas yang menghadap ke utara. Sesar ini yang
panjang seluruhnya kira-kira 22 km dapat diamati sebagai suatu garis
lurus dari G. Palasari di timur ke barat dekat Cisarua.
Penyelidikan-penyelidikan terdahulu telah menghubungkan bahwa sesar
Lembang yang dominannya adalah sesar normal terjadi setelah letusan
besar gunung Sunda Purba yang berlangsung pada jaman Kwarter Tua.
Setelah
letusan gunungapi Sunda, terjadilah gerak naik-turun dalam kerak bumi.
Oleh gerakan ini, maka terbentuklah patahan atau sesar Lembang. Bagian
sebelah utara turun sekitar 450 m dibandingkan bagian selatan. Contoh
yang jelas dari patahan ini adalah pada bukit Batu dan Batu Gantung.
Bukit-bukit ini yang dahulu merupakan satu arus lava, terpotong dan
seakan-akan tergantung.
Van Bammelen bersintesa tentang daerah ini
menganggap bahwa gerak yang terjadi bukan merupakan suatu gerak vertikal
namun suatu gerak lengseran yang mengakibatkan pengerutan sedimen
sebelah utara, sehingga membentuk punggung Tambakan.
Setelah
pembentukan patahan Lembang, gunung Tangkuban Perahu mulai terbetuk pada
jaman Kwarter muda. Terjadi erupsi yang hebat dalam bentuk tufa-slak.
Hasil pertama dari gunungapi tersebut adalah efflata (bahan-bahan
lepas). Sebelah utara arus slak ini menuju ke arah Segalaherang dan
sebelah selatan menuju Bandung. Material yang keluar mengisi depresi
Lembang. Material yang keluar mencari celah menuju ke arah selatan
melalui celah-celah pada dinding patahan. Arus lahar yang mengalir
sebelah barat tak menemui halangan yang berarti, karena dinding patahan
tak terlalu tinggi, sehingga mulailah bagian ini di banjiri oleh
bahan-bahan material Tangkuban Perahu ke arah Cimahi dan Padalarang.
Jalanya
sungai Citarum pada saat itu berbeda dengan sekarang. Sungai ini
mengalir kira-kira ke sebelah utara Cimahi dan berbelok ke arah
Padalarang dan melalui lembah dimana sekarang terdapat sungai Cimeta.
Lembah purba sungai Citarum masih dapat dikenal dari dalamnya dan lebar
lembah yang di gunakan Cimeta tersebut. Sedangkan sungai Cimeta sendiri
kecil dibandingkan dengan lembahnya.
Arus lahar mengalir sebelah
barat dari gunungapi Tangkuban Perahu, membendung sungai Citarum
sehingga terjadilah danau Bandung. Selama erupsi besar Tangkuban Perahu
daerah ini telah di huni manusia. Sungai Citarum dibendung oleh arus
tufa breksi dilembah yang sempit dan besar kemungkinan pembendungan ini
terjadi dalam waktu yang singkat.
Disekitar Palasari ditemukan
material dari batuan dengan umur diperkirakan neolitikum. Material
batuan obsidian ditemukan juga disekitar gunung Malabar dan Dago dan
umurnya ditaksir sekitar 3000-6000 tahun. Yang mengherankan adalah
material demikian pada tempat lain tidak diketemukan. Besar kemungkinan
hal ini disebabkan oleh penimbunan debu dan bahan material Tangkuban
Perahu di daerah tersebut. Sungai Citarum tak lama kemudian terdapat
batu gamping di barat Padalarang. Dengan demikian keringlah danau
Bandung. Endapan-endapan danau ini merupakan tanah yang subur.
Setelah
letusan tersebut, terjadi gerak-gerak dalam bumi yang membentuk
patahan. Oleh pembentukan patahan dalam gunung berapi ini maka keluarlah
lava. Erupsi yang menghasilkan lava tersebut merupakan erupsi B dari
gunungapi Tangkuban Perahu. Disebelah utara aktivitas lava ni besar,
yang keluar sewaktu letusan gunung Cinta, gunung Malang, dan sebagainya.
Oleh pergantian bahan efflata dan lava maka gunungapi Tangkuban Perahu
merupakan gunungapi berlapis, karakteristik untuk Indonesia yang disebut
gunung strato.
Lava erupsi B susunanya basalt, berbeda dengan
material gunung Sunda dan Burangrang yang bersusunan andesit
(augit-hypersteen andesit). Lava yang mengalir sewaktu erupsi B telah
menyebabkan pembentukan air terjun Dago dan juga merupakan basis dari
komleks sumber-sumber air misalnya di Ciliang. Hasil letusan yang telah
lapuk ini juga menyuburkan tanah di sekitar. Sesudah itu terjadi
letusan-letusan yang menghasilkan material lepas yang merupakan erupsi C
namun tak sehebat erupsi A. Letusan berganti-ganti keluar dari
tigabelas kepundan yang menyebabkan bentuk mendatar dari puncak
Tangkuban Perahu. Gunungapi Tangkuban Perahu terjadi perpindahan
aktivitas pipa kepundan dari arah barat ke timur.
Erupsi pertama (A)
gunungapi Tangkuban Perahu sangat hebat, material yang dikeluarkan
sangat banyak sehingga dengan cara demikian mengakibatkan terbentuknya
dataran tinggi Bandung.
Menurut penelitian seorang ahli geologi
Belanda, Van Bammelen, di tahun 1934, riwayat letusan gunungapi
Tangkuban Perahu dapat di bagi menjadi tiga periode berdasarkan
coraknya, yaitu :
1. Tahap A, tahap explosive. Selama tahap ini
dikeluarkan berbagai bahan letusan yang terdiri atas segala ukuran,
sehingga menutupi permukaan sekitarnya dan dihanyutkan sebagai lahar
atau lumpur gunungapi. Saat itu di duga bahan letusanya menutupi aliran
Sungai Citarum Purba sehingga airnya menggenangi cekungan Bandung dan
terjadilah Danau Bandung Purba.
2. Tahap B, tahap effusive. Pada tahap ini bahan letusan terdiri dari aliran lava.
3. Tahap C, tahap pembentukan gunung yang sekarang.
Morfologi
Morfologi gunungapi ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama yaitu :
o Kerucut strato aktif.
o Lereng tengah.
o Kaki.
Kerucut
strato aktif menempati bagian tengah kaldera Sunda. Kawah-kawah
gunungapi ini membentang dengan arah barat-timur. Beberapa kawah
terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya terletak di lereng timur.
Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-seling lava dan
piroklastik dan di bagian puncak endapan freatik.
Pola radier dengan
bentuk lembah V, beberapa air terjun yang sangat umum ditemukan pada
satuan morfologi ini. Morfologi lereng tengah meliputi lereng timurlaut,
selatan dan tenggara gunungapi ini. Batuannya terdiri atas endapan
piroklastik yang sangat tebal dan lava yang biasanya tersingkap di
lembah-lembah sungai yang dalam dengan pola aliran sungai paralel dan
semi memancar (semi radier). Lereng selatan dan tenggara terpotong oleh
sesar Lembang, yang berarah timur-barat.
Kaki selatan menempati
bagian lereng tenggara dan selatan, yang terletak pada ketinggian antara
1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600 m di atas permukaan
laut. Lereng timurlaut mempunyai pusat-pusat erupsi parasit seperti G.
malang, G. Cinta dan G. Palasari. Aliran-aliran lava dan skoria berwarna
kemerahan yang menempati sebagian besar daerah kaki ini adalah berasal
dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran sungai yang berkembang di
daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U yang melewati batuan
keras.
Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan dataran
tinggi Bandung di selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh
batuan piroklastik dan endapan lahar, sedangkan lava ditemukan di dasar
sungai. Pola aliran sungai yang berkembang di dalam satuan morfologi ini
adalah paralel.
Stehn (1929) meneliti tentang urutan pembentukan
tiap kawah di gunung ini. Dia menyimpulkan bahwa kawah tertua (I) adalah
kawah Pangguyangan Badak, telah hancur karena letusan pembentukan kawah
kedua atau kawah Upas (II), sehingga yang tampak sekarang dari Kawah
Pangguyangan Badak hanyalah pinggiran kawahnya saja. Secara periodik
letusan terjadi kembali, yang akhirnya menghancurkan Kawah Upas menjadi
Kawah Upas yang selanjutnya (III).
Setelah itu, pusat letusan
bergerak menghancurkan kawah I, kawah II, kawah III di bagia timur
sehingga terbentuklah Kawah Ratu (IV). Letusan berikutnya terjadi di
dasar kawah III dan menghasilkan Kawah Upas (V).
Kemudian terjadi lagi perpindahan pusat letusan dari arah barat ke timur dan terbentuklah Kawah Ratu (VI).
Letusan
berikutnya terjadi di lereng sebelah timur, sebagai letusan lereng
menghasilkan Kawah Jurig (X), Kawah Domas, Kawah Badak, Kawah Jarian
(XI), dan Kawah Siluman (XII).
Aktivitas letusan kemudian bergerak ke
arah barat di tahun 1896 terjadi letusan di bagian bawah Kawah Upas
(II) membentuk Kawah Baru (VII). Di tahun 1910 aktivitas berikutnya ke
arah timur. Di bagian bawah Kawah Ratu (VIII). Pada tahun 1926 terjadi
hal yang sama, menghasilkan kawah yang lebih kecil ukuranya, dinamakan
Kawah Ecoma (IX). Pada tangaal 1 Mei 1960 aktivitas letusan membentuk
lubang di dasar Kawah Ratu, Kawah (XIII). Pusat letusan yang selalu
berpindah sepanjang 1100 m mengakibatkan proses penghancuran pada kawah
terdahulu hanya berupa pinggiran kawah saja. Akhirnya pergerakan pusat
letusan dari Kawah Pangguyangan Badak ke Kawah Ratu menghasilkan bentuk
puncak gunung Tangkuban Perahu menjadi tidak lancip melainkan berbentuk
seperti perahu terbalik.